Di bawah langit malam dan jarum jam tepat berada diangka 12 aku duduk di teras rumahku bersama sebuah lilin saja sebagai penerangan. Bukan, aku bukan sedang ritual ngepet, melainkan di daerah rumahku listriknya sedang padam.
Aku memandang ke arah langit, menandakan aku sedang menikmati ketenangan di dalam kesunyian. Tiba-tiba timbul sebuah pertanyaan di benak pikiranku, “Apa sih tujuan aku hidup didunia ini?.” Ya, benar saja aku lagi overthinking (Bahasa anak gaul jaman sekarang).
Namaku Zaka, Tidak pakai huruf ‘r’ pastinya. dan aku adalah anak pertama dari 3 bersaudara yang berarti aku mempunyai 2 adik dan kedua adikku adalah seorang perempuan yang saat ini sedang menduduki bangku sekolah SMA dan SMP. Aku terlahir dari seorang ayah yang pekerja keras dan juga ibu yang murah senyum.
Aku mencoba untuk mengingat mundur selama 20tahun kebelakang bagaimana aku hidup. Ah tidak, tidak kuat. Rasanya suram sekali hidupku.
“DUBRAK……” Tiba-tiba suara sangat keras muncul dari dalam rumahku. Aku sudah takut kalo saja itu suara mama yang terjatuh karna gelap. Ketika aku masuk ke dalam rumah, ternyata itu bukanlah suara mama terjatuh, melainkan keluargaku sedang berkumpul dengan adanya kue ulang tahun ditangan mama beserta lilin-lilin kecil diatasnya. Ya benar saja, hari ini tepat aku berusia 21, aku pun sampai melupakan hari ulang tahunku sendiri, huft..
“Selamat ulang tahun ya nak” Ucap mama.
“Iya ma, makasih ya” Kataku.
“Selamat ulang tahun sulungku” Ucap papa.
“Iya pa, terima kasih” Kataku.
“Semoga kamu semakin kuat, supaya ketika papa sudah tidak ada kamu bisa gantiin papa ya dalam keluarga ini” Lanjut papa.
“Kok papa bicara seperti itu?” lanjutku.
Mama melambaikan tangannya di hadapan wajahku yang membuatku kembali sadar. Aku sedang terdiam untuk mengingat kejadiaan saat itu.
Papa pergi meninggalkan seorang istri dan ketiga anaknya tepat saat malam hari ulang tahunku yang ke 20. Begitu cepat rasanya ya pa, seakan percakapan saat itu adalah percakapan perpisahan papa dan pesan untukku, mama serta adik-adik. Sedih? sangatlah sedih. Tapi aku tidak boleh sedih yang berlarut karna itu sama saja seperti aku mengecewakan papa.
“Nak Zaka?” Sapa mama sambil terus melambaikan tangannya kehadapan wajahku.
“Ah, iya ma. Terima kasih ya ma. Maaf kalau aku belum bisa jadi yang terbaik untuk mama.”
“Loh kok kamu bicara seperti itu? Hey, hey.. dengar ya nak, bagi mama semua anak-anak mama itu berlian untuk mama, yang artinya kalian itu berharga.” Lanjut mama.
Setetes air mata tiba-tiba jatuh dari mataku, dan aku tersenyum mendengar perkataan mama. Aku memeluk mama, “Aku sayang banget tau gak sama mama!”
Tiba-tiba ada pelukan yang lain dari arah belakangku, dan itu adalah kedua adikku. “Owalah, kalian minta di peluk juga ya? Sini-sini abang peyuk”
“Ih apa sih bang, jijik tau gak” Kata adikku.
“Udah, udah pelukannya, nanti kue ulang tahunnya keburu dimakan cicak loh”, aku yang melepas pelukan mereka untuk mengambil kue yang sudah mereka sediakan.
“Loh, emangnya cicak makanannya kue ya? malah kue ulang tahun lagi begaya amat” Ucap si bontot sambil terheran-heran.
Aku menoleh ke arah adikku sambil berpikir, “Hmm… memangnya ga boleh gitu cicak makan kue ulang tahun? Lagi juga kan cicak bisa ulang tahun tau! wooo…” lanjutku sambil menjulurkan lidahku ke arahnya untuk meledek adikku.
Mama dan adik pertamaku pun tertawa mendengar kami yang sedang berdebat.
Oh iya, karna aku terlalu asik bercerita, aku sampai lupa untuk mengenalkan kedua adikku yang cantik ini.
Adik pertamaku namanya Nindy, harus pake ‘y’ katanya. Entahlah, padahal banyak yang mengira namanya pake ‘i’ tapi dia tidak suka. karna katanya nama dari mantannya itu berawalan huruf ‘i’. APASIH ANEH BANGET?!!
Ya… seperti diawal ceritaku tadi, Nindy masih duduk di bangku SMA. Sudah kelas 3 sih, dan dia sedang memikirkan apa dia harus lanjut untuk kuliah atau menganggur saja. Aneh kan? Dimana-mana orang itu inginnya kuliah tapi bagi dia pengangguran itu sebuah pilihan hahaha. Ya walaupun dia menanggur punya alasan untuk membantu mama di rumah. Nindy memang aneh, tapi aku sayang padanya.
Dan si bontot, Geisha namanya. Ya betul saja namanya seperti nama band di Indonesia. Dia cantik tapi dia tidak suka cowok. Eh maksudku bukan… bukan karna dia lesbi, hanya saja dia tidak tertarik untuk pacaran, makanya dia tidak tertarik dengan cowok. Begitu maksudku hehe. Geisha saat ini sudah kelas 3 SMP, dan dia sedang fokus untuk mengejar SMA impiannya. Dia anak yang sangat pintar, tapi…. hehe gaada tapinya kok. Geisha itu anaknya rajin tau, kemarin saja aku lihat dia sedang belajar di kamarnya, ya walaupun ada handphone dibalik bukunya.
Ya beginilah keluarga kami, aneh sekali hahaha.
PAPA YANG KURINDUKAN
Seperti yang ku ceritakan di awal tadi, bahwa papaku itu adalah seorang yang pekerja keras. Dia lah panutanku hidup, dari dia juga aku belajar bagaimana aku harus mengambil keputusan, bagaimana aku harus memperjuangkan segala sesuatu, dan bagaimana aku harus menjadi laki-laki yang bertanggung jawab.
Papa pernah bilang padaku, “Hidup di dunia ini bukan bagaimana caranya kamu menjadi orang yang hebat, tetapi cukup untuk kamu menjadi ‘orang’ yang sesungguhnya”. Awalnya aku berpikir maksud papa itu apa, bukannya selama ini kita sudah menjadi orang?. Pertanyaan itu terus muncul dalam pikiranku.
Papa juga pernah bicara, “Segala sesuatu itu pasti bisa kita hadapi, asalkan kitanya sendiri apakah mau untuk mengahadapi sesuatu itu?” Perkataan papa yang ini mungkin masih bisa untuk aku mengerti, bahwa kita memang hidup di dunia ini untuk bertanding, bagaimanapun kita harus menghadapi segala sesuatu tanpa peduli resikonya. Kalau tidak kita coba, bagaimana kita tau?
Papa menurutku adalah orang yang hebat. Dulu papa pernah mengidap penyakit Diabetes, awalnya papa masih mencoba untuk menghiraukan penyakitnya, katanya “Ah, cuman sakit biasa aja kok ini” Setelah itu dia dirawat di rumah sakit. Huft karma yang begitu cepat. Papa terkena Diabetes basah, jika di hiraukan terus-menerus maka akan menyebabkan luka, dan luka itu akan menyebar, dan paling bahayanya lagi luka itu bisa membuat dia kehilangan anggota tubuhnya, ya bisa dibilang harus di amputasi.
Tapi aku sedikit senang karna sejak DIA MENYEPELEKAN PENYAKITNYA, dia menjadi disiplin, semua perkataan dokter diturutinya.
“Gimana pa? mau menyepelekan penyakit lagi?” Kataku sambil tersenyum tipis.
“Anak-anak yang lain mah papanya sakit di doain, ini malah di ledekin” Kata papa.
“Terus aja banding2in aku sama anak2 yang lain, sampai kapanpun aku beda dengan mereka pa, aku ya aku, mereka ya mereka.” Kataku dengan nada menaik.
“HAHAHA, iya iya. Papa kan cuman becanda aja tau” Lanjut papa.
“Tapi ya pa, aku akan selalu percaya papa sembuh. Ya walaupun papa sedikit bandel diam-diam melanggar aturan dokter. Mama belum tau loh pa, kalo papa….”
“ZAKA!!! Nanti mama denger loh” Lanjut papa dengan nadanya yang ketakutan didengar oleh mama.
“Ih apa sih, mama tuh belum tau kalo papa udah minum obatnya hari ini. Mama kan lagi pergi” Kataku sambil mengejeknya.
Lucu jika aku harus mengingat hari-hariku bersama papa. Papaku memang cukup aneh, ya harusnya kalian tidak kaget melihat anak-anaknya ikut aneh. Tapi dibalik tingkah anehnya, papa selalu punya semangat hidup yang tinggi. Makanya dia bisa menang dari musuhnya yaitu diabetes.
Satu lagi keanehan papaku yang sering terjadi. Papaku jika meminta tolong padaku, nama Nindy dan Geisha selalu kesebut.
“Tolong buatin papa Kopi pahit dong Nindy, eh Geisha, eh Zaka” Nah berhubung namaku kesebut paling akhir itu tandanya papa minta tolongnya samaku. Aneh kan?
Papa memang pecinta kopi garis keras dan juga perokok berat, maka dari itu dia pergi karna serangan jantung, disaat itu papa belum sempat menyerang balik, dia keburu pergi. Tapi aku bersyukur, papa udah punya tempat terbaik. Dia tidak perlu lagi berperang melawan segala macam pernyakit, Dia sudah sembuh total hehe. Apa kabarnya pa hari ini? Zaka kangen papa.
Huft.. aku selalu benci dengan hari ulang tahunku. Karna aku selalu mengingat-ingat bagaimana hariku bersama papa, padahal papa disana sudah senang, dan aku yakin papa tidak suka jika harus melihat keluarganya sedih. Aku harus kuat. Zaka kuat!!
Setelah aku mengingat tentang papa, mataku tertuju pada bingkai foto yang ada di sebelah tempat tidurku. Ya, itu foto dimana papa sedang jungkir balik karna terpeleset saat ia lomba di acara 17an keluarga besarku. Saat itu papa sedang lomba Tarik tambang, memang sih area yang dipakai untuk lomba Tarik tambang saat itu berlumpur. Dan papaku dengan badannya yang sebesar lidi jumbo, yang pasti tidak ada tenaganya. Becanda ya pa hehe.
Ohiya, pasti pada penasaran ya dengan pekerjaan papaku? Dia adalah seorang Arsitek.
Sudah banyak project pembangunan yang ia buat. Mulai dari rumah, komplek, sampai apartment. Pekerjaan yang seru menurutku, tapi membosankan untuk papa.
Papa pernah titip pesan padaku, “Kalau bisa jangan pernah ikuti jejak papa ya. Kamu jadilah dirimu sendiri, lanjut dengan apa yang kamu suka. Karna kamu akan merasa nyaman jika hatimu senang melakukannya.”
Makanya aku tidak menjadi Arsitek seperti papa.
“TOK.. TOK.. TOK.. TOK” Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu kamarku.
“Nak Zaka.. Zaka, mau ikut ga??” Kata papa sambil mengetuk pintu.
“Hah? Ikut kemana pa?” Sautku masih di atas kasur.
“Buka dulu pintunya kali” Kata papa dengan nada sedikit sebal.
“Oh iya hahaha, maaf pa Zaka lupa” Lanjutku sambil berjalan ke arah pintu untuk membuka pintu.
“Nah gitu dong.. Yuk langsung siap-siap, jangan lupa bawa Kamera ya!” Kata papa.
Aku memang punya kamera, hadiah ulang tahun dari papa disaat usiaku 17 tahun.
Ta-tapi untuk apa papa tiba-tiba datang ke kamarku, dan langsung mengajakku untuk pergi dan dia pun belum beritahu kita akan pergi kemana, bahkan sampai menyuruhku membawa kamera. Aneh.
“Ta-tapi Zaka bawa kamera untuk apa ya pa?” Tanyaku dengan nada bingung.
“Udah bawa aja, Kamera fungsinya untuk apa? Untuk foto kan? Udah tau kan sekarang bawa kamera untuk apa?” Lanjut papa.
“I-iya sih tau fungsinya.. Yasudahlah Zaka makin bingung kalo harus berlama-lama disini.” Lanjutku.
“Yaudah makanya sekarang kamu mandi sana, cepat sebelum terlambat!!” Kata papa.
Papa orangnya memang penuh dengan kejutan.
Selesai berdebat yang tanpa isi dengan papa, aku langsung bergegas ke kamar mandi untuk mandi. Daripada singa itu mengaung lagi.
“TOK… TOK… TOK… TOK…” Pintu kamarku terketuk Kembali.
“ZAKA!! KAMU LAMA BANGET MANDINYA?!!” Kata papa dengan nada tinggi.
Aku yang sudah rapih langsung membuka pintu, “Yaudah yuk berangkat”
“Oh sudah rapih toh kamu, Yaudah let’s go!!” Kata papa dengan nada girangnya.
“Pa, tunggu. Kita pergi hanya berdua aja?” Tanyaku.
“Kata siapa?” Tanya papa.
“Lah mama, Nindy, dan Geisha mana?” Tanyaku lagi.
“UDAH DI MOBIL!!!” Teriak mereka yang sudah sedari tadi di mobil.
Papa pun tertawa mendengarnya.
Aku langsung berlari ke arah mobil dan teriak, “TUNGGU AKU PARA FANS-FANSKU”
“Dih apa banget sih? Jijik tau gak!” Sahut Nindy.
Sesampainya di mobil..
“Eh tunggu deh pa. Kameranya ketinggalan hehehe” Kataku dengan nada takut.
“ARGHHHH!” Seisi mobil marah terhadapku.
“Yaudah sana ambil cepat!” Kata papa.
Aku langsung berlari ke arah kamarku, dan kucari kameraku.
“Nah ini kameranya, sebentar biar ku cek dulu apakah baterainya ada.”
Setelah ku cek baterainya, “sepertinya aku akan menjadi mangsa lagi. Baterainya low.”
Aku lupa karna terakhir aku pakai di acara ulang tahun temanku, aku tidak mengisi baterainya. Yasudahlah siap-siap aku menjadi mangsa.
“TIN.. TIN” Terdengar papa yang sudah menekan klakson maksud untuk memanggilku.
“ZAKA!! Lama sekali!” Kata papa yang sudah marah.
“I-iya pa, Zaka ke mobil” Kataku teriak.
Kamera pun tetap ku bawa, tetapi tidak akan berfungsi.
“Ada kan kameranya zak?” Tanya papa.
“A-ada sih pa, tapi…” Kataku dengan nada takut.
“TAPI APA?” Kata Nindy dan Geisha yang memotong perkataanku dengan nada kesal karna sudah menunggu lama.
“Tapi, baterainya habis hehehe. Maaf ya” Kataku masih dengan nada takut.
“Hahaha yaudah nanti juga kamu sendiri yang rugi zak karna tidak ada kamera.” Kata papa sambil mengejekku.
Huft.. aku masih tidak mengerti dengan perkataan papa, kenapa aku rugi? Padahal aku tidak diberi tahu kenapa aku harus membawa kamera.
Selama sejam di perjalanan akhirnya kita sampai ke tempat tujuan.
“Nindy, Geisha.. Bangun, kita sudah sampai” Kataku.
Nindy dan Geisha memang sering sekali tidur di mobil jika kita lagi pergi, beda denganku yang selalu menikmati perjalanan.
“Nah kita sudah sampai” Kata papa.
“Kita ke tempat pembuangan sampah pa? Ngapain kita disini?” Kataku dengan nada bingung.
“Bukan, kita bukan ke tempat pembuangan sampah. Tapi, kamu akan kaget jika sudah melihat apa yang ada di balik tempat ini” Kata papa.
“Yaudah yuk pa, aku jadi penasaran.” Aku yang sudah penasaran dengan kejutan yang ingin papa berikan.
Ternyata, tempat yang papa maksud adalah taman. Taman buatannya, terdapat bangunan-bangunan yang sangat unik dan kreatif menurutku. Ada rumah anak, yang berfungsi menjadi tempat anak-anak yang ingin bermain sebagai sebuah keluarga.
Ada juga kolam ikan yang kecil tapi posisinya di bawah rumah pohon yang dibuat oleh papa. Ada juga Menara yang dibuat menggunakan kayu, dan kita bisa naik ke atas Menara itu menggunakan tangga yang menempel pada bangunannya.
Masih banyak lagi tempat-tempat yang unik dan kreatif yang ia buat. Sekarang aku tau kenapa papa bilang kenapa aku menyesal jika tidak membawa kamera.
“Gimana menurutmu?” Tanya papa.
“Ini sih bagus banget pa!” Kataku.
“Suatu saat nanti kita buat acara keluarga disini yah.. Paling cocok 17an sih” Kata papa.
“Setuju” Kata kami serentak.
“Tapi pa, aku tidak mengerti kenapa papa membuat ini semua di balik pembuangan sampah. Kenapa pa?” Tanyaku dengan nada bingung.
“Hehe.. memang menurutmu tempat pembuangan sampah itu buruk ya? Padahal kemungkinan ada sampahmu juga loh disana” Kata papa.
“Ih bau tau pa” Kataku.
“Hehehe, mungkin pembuangan sampah itu terlihat buruk. Sudah jorok, bau, dan juga menjijikan. Tapi kita lihat dibalik tempat pembuangan sampah yang buruk itu ada taman yang indah, ini.. yang sedang kita injak. Taman ini. Indah kan?” Penjelasan dari papa.
“Tapi kan ga semua tempat pembuangan sampah dibaliknya ada tempat yang indah pa” Kataku sambil memetik bunga yang ada di taman.
“Sstt.. Sekarang kalian nikmatilah tempat ini, sekalian pikirin rencana kita buat acara keluarga besar kita nanti di tanggal 17 agustus.” Kata papa yang sudah tidak mau berdebat denganku.
“Nyesel aku pa tidak bawa kamera” Kataku.
Papa yang mendengar perkataanku melanjuti langkah kakinya mengelilingi taman itu sambil bersiul seolah-olah ia tidak mendengar perkataanku.
“PAAAA!! IHH PURA-PURA TIDAK DENGAR YA?” Kataku teriak sambil mengejar papa.
Papa pun tertawa melihatku yang menyesal.
Aku memang hobby photography makanya papa memberi aku hadiah sebuah kamera, aku pernah bilang papa, kalau aku ingin menjadi photographer. Maka dari itu papa tidak memaksa jikalau aku tidak mengikuti jejaknya menjadi arsitek.
“TOK.. TOK.. TOK.. TOK” Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu kamarku.
“Nak Zaka, Zaka kamu tidur ya?” Suara mama yang membuatku tersadar.
“Hmm.. Tidak ma, ada apa ma?” Tanyaku.
“Mama pikir kamu tidur, soalnya daritadi mama ketuk pintu ga ada jawaban” Kata mama yang sudah membuka pintu kamarku.
“Hehe engga ma. Aku keinget kejadian yang ada di bingkai foto ini” Kataku sambil menunjukan bingkai foto yang berisikan foto papa sedang terpeleset.
“Oh yasudah. Yuk ke pasar, bahan-bahan sudah habis.”
Mamaku membuka catering makanan, sudah lama usaha mama ini.. sebelum papa meninggalkan kami. Pelanggan mama pun sudah banyak. Nah, kalau bahan-bahan untuk membuat makanan habis, biasanya kami pergi ke pasar, Tempat langganan mama.
“Iya ma, aku ambil kunci mobil dulu ya. Mama siap-siap aja” Kataku
“Mama udah siap daritadi tau. Kamu aja tuh yang melamun terus, susah move on!” Kata mama sambil mengejekku.
“Ih apasih ma, aku bukan susah move on, tapi.. eh iya deh susah hehehe”
“Kamu tuh anak mama, mama tau kamu banget Zaka” Kata mama.
“Iya.. iya mamaku sayang, yaudah yuk berangkat.” Kataku sambil berjalan ke arah mobil.
Perjalanan ke pasar tidak terlalu jauh, ya kurang lebih 30menit jika naik mobil, 15 menit jika naik motor. Ya begitulah mobil kan tidak semudah motor untuk soal menyalip. Dan perjalanan dari rumah ke pasar, hanya melewati satu lampu merah.
“Zak, tunggu.” Kata mama, sesampainya di lampu merah.
“Kenapa ma?” Tanyaku.
“Bapak itu zak, yang biasa bersama anaknya. Mama tadi bawa roti, tadinya sih mau mama kasih ke penjual pasar, tapi tidak masalah nanti bisa kita beli lagi” Kata mama sambil menunjuk ke arah pengemis yang biasa kita lewati di lampu merah ini.
“Oh yasudah ma, mumpung masih lampu merah. Ini zaka juga ada sedikit rezeki, titip ya ma” Kataku sambil memberikan uang kepada mama.
“Hehe, makasih ya zak” Kata mama sambil tersenyum.
“Iya ma. Kan mama dan papa yang mengajariku untuk saling berbagi. Yasudah sana ma keburu nanti lampu hijau loh.” Kataku.
Terlihat wajah yang gembira dari seorang bapak dan anaknya. Mungkin nasibku tidak sama sepertinya, tapi hatiku merasakan apa yang dirasakan bapak itu. Sedih melihatnya, tapi senang juga karna bapak itu memperlihatkan wajah semangat yang membuatku ikut semangat.
Kembalinya mama dari bapak dan anak itu, “Semangat sekali ya wajah bapak itu”
“Iya ma, aku juga jadi ikutan semangat nih.” Kataku
Lampu hijau pun menyala, tanda aku harus melanjuti perjalananku ke pasar.
Setelah 15 menit perjalanan dari lampu merah, akhirnya kami pun sampai di pasar. Pasar itu Namanya Pasar Dariek, entah apa maksud dari nama itu, tapi unik. Pasar yang cukup ramai, terdapat 2 lantai. Lantai 1 untuk makanan, daging, ya intinya isi dari dapur. Dan lantai 2 untuk pakaian, Toko-toko jam, ya intinya perabotan rumah tangga.
Karna kita ingin membeli bahan-bahan makanan sudah tau dong pasti kita ke lantai berapa? Ya.. kita ke lantai 2. Itu, hmm anu.. Maksudku bukan becanda tapi mama ingin membeli perabotan rumah tangga.
Mama memang hobby membeli perabotan rumah tangga. Sampai-sampai sapu di rumahku ada 3, bentuknya sama tapi hanya beda ukuran.
“Zak, panci dirumah udah retak.” Kata mama.
“Yasudah beli aja sekalian ma. Tapi kok bisa sampe retak ma?” Tanyaku bingung.
“Ya.. mana mama tau. Tanya aja sama panci nya. Coba, hatimu sering retak, itu kenapa?” Tanya mama menyebalkan.
“Dih kok ujung-ujungnya nyambung ke hati Zaka sih ma? Jangan bahas hati ah. Lagian kan Zaka diputusin terus karna…”
“Katanya jangan dibahas tapi ujung-ujungnya kayak mau curhat gitu” Kata mama memotong perkataanku.
“Hehe lagian mama sih mancing-mancing” Kataku dengan nada malu.
“Yaudah yuk kita ke tempat jual panci dulu” Kata mama.
“BOLEH KAKA BAJUNYA! BELI 3 HARI INI GRATIS 3 BESOK!” Teriak penjual baju. Aneh beli 3 hari ini tapi gratis 3 nya besok.
“MANA JAMAN HARI INI MASIH PAKAI JAM DINDING, JAM TANGANNYA KAK MUMPUNG LAGI MURAH!” Teriak penjual jam tangan. Tapi teriaknya di sebelah toko jam dinding.
“YUK DI OBRAL KAK, GORDENNYA PERNAH DIPAKAI ALADDIN!” Teriak penjual gorden. Aladin kan pakainya karpet, bukan gorden.
Teriakan-teriakan penjual pasar yang selalu membuatku tertawa, karna seru mendengarnya dan juga lucu-lucu pastinya.
Sesampainya di toko panci, mama mulai memilih panci yang TIDAK MUDAH RETAK.
“Yang ini berapaan mas?” Tanya mama kepada penjual.
“Oh yang itu baru bu, harganya 60ribu aja. Besok udah beda harga itu bu” Kata sang penjual.
“Loh, mahal banget? Kemarin panci yang ini masih 30ribu mas?” Kata mama menawar harga kepada penjual.
“Kemarin kapan bu? Kemarin saya ga jualan panci loh” Kata mas penjual maksud untuk becanda.
“Yeuh masnya becanda aja ah. Yaudah 30ribu saya beli.” Kata mama memaksa.
“Jatoh banget bu harganya, 50ribu bu kalo mau.” Kata penjual.
“Yaudah saya gakmau kalo begitu” Kata mama sambil meletakan panci dan meninggalkan toko itu.
“BU!! Yaudah nih bu ambil 30ribu” Teriak penjual panci.
Hehehe. Memang benar ya, ibu-ibu kalau urusan tawar-menawar sangatlah kejam. Dari harga 60ribu ke harga 30ribu itu pakai ilmu apa ya? Sungguh membingungkan. Huft.
“Ma, tadi pakai ilmu apa ma? Setengah harga mama dapat ini panci.” Tanyaku sambil tepuk tangan karna kehebatan mama dalam tawar-menawar.
“Huss.. Makanya jadi ibu-ibu kalau kamu mau tau caranya” Kata mama sambil mengejekku.
“Huu.. Dasar pelit. Untuk bagi ilmu ke anaknya sendiri aja pelit huu” Kataku sebal.
“Ssst.. Yuk kita turun ke lantai 1, udah siang juga.” Kata mama sambil berjalan ke arah tangga turun.
Terlihat penjual ayam yang sedang memotong ayam, dan juga penjual ikan yang sedang membersihkan ikan. Ada juga penjual sayur yang sedang mengipas-ngipas dagangannya dari lalat.
Ya beginilah aku dan mama setiap bahan-bahan habis. Terkadang Nindy dan Geisha ikut jika perginya di hari sabtu atau minggu. Dulu kami sama papa, tapi sekarang… hehe yasudahlah. Aku harus iklas. Benar kata mama kalau aku adalah anak yang susah move on.
BERSAMBUNG..